SPARTANEWS – Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha menjelaskan bahwa Badal Haji tidak harus menunggu yang dibadali wafat. Ketika ada orang tua yang sakit parah dan sulit sembuh, sudah bisa dilakukan Badal Haji untuknya.
Menurut Gus Baha, adat Indonesia itu ketika ada orang tua yang sudah sepuh dan sakit maka hajinya menunggu wafat. Alasan utamanya hajinya lebih murah. Apalagi ketemu dengan Muthowif yang hanya mematok biaya Rp 3-4 juta. Dengan alasan nanti hajinya mahal kalau masih hidup.
Hal tersebut disampaikan Gus Baha di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Lembaga Pembinaan Pendidikan Pengembangan Ilmu Al Qur’an (LP3IA) Narukan, Rembang pada saat kajian rutin tafsir Jalalain.
“Sebenarnya, jangan menunggu wafat baru dibadalkan hajinya. Secara fiqih, ketika ada uzur sakit tidak mungkin sembuh sudah boleh dibadalkan hajinya. Keliru kalau menunggu wafat baru dibadalkan hajinya. Dengan alasan murah. Kekeliruan seperti ini jangan diteruskan,” ujar Gus Baha.
Baca Juga :
Gus Baha Menerangkan Kandungan Ayat Terakhir Surat Al-Baqarah
Kebiasaan masyarakat Indonesia yang menghajikan orang tuanya yang sakit setelah wafat ini didapati Gus Baha dari masyarakat yang melakukan badal haji buat orang tuanya. Ulama ahli tafsir itu menambahkan cerita, “Ada orang sowan ke saya lalu cerita kalau orang tuanya kaya, belum sempat haji lalu sakit. Katanya hajinya akan dibadali nunggu orang tuanya wafat saja, ini kurang pas,” tegasnya.
Ulama ahli tafsir itu juga menambahkan, secara fiqih syarat haji itu harus istitho’ah (mampu), meliputi istitho’ah bi nafsihi dan istitho’ah bi ghoirihi. Istitho’ah bi ghoirihi ini bisa dilakukan karena meninggal dunia dan sakit parah seperti stroke, dan lain-lain.
Alasan Gus Baha meminta masyarakat mau segera menghajikan orang tua meskipun sakit parah, sebelum wafat karena ketika orang tua masih sadar, maka ada partisipasi berupa niat dalam proses badal haji.
Baca Juga :
Gus Baha Mengisahkan Keajaiban Surat Yasin, Ini Kaifiyahnya
Menurut Gus Baha, setidaknya orang tua punya wewenang untuk memutuskan menjual mobil ini dan itu, jual kambing, atau harta lainnya untuk tambahan biaya badal haji. Ada sumbangsih juga dalam memilih orang yang akan membadalkan hajinya.
Beliau menjelaskan, yang dikhawatirkan adalah kalau badal hajinya nunggu wafat, ternyata waktu hidup orang tersebut tidak terlintas haji dipikirannya, parahnya malah berpikiran bahwa haji itu masalah. “Sehingga ketika ditawari haji, malah bicara tidak jelas. Ini bisa digolongkan fasiq, menganggap haji adalah masalah,” ujar Gus Baha.
Sementara itu, Allah sangat mempertimbangkan niat seseorang ketika melakukan ibadah termasuk haji ke Baitullah. “Maka badal haji sebaiknya dilakukan ketika masih hidup saja, meskipun saat itu sakit, ada sumbangsih niat, nanti bisa dijelaskan bab haji sekalian kalau belum sepakat. Supaya tidak menganggap haji itu sebuah masalah,” ungkap Gus Baha.